Laman

Senin, 04 November 2019

JENGGOT



Pertama kali miara jenggot akhir tahun 2012. Jenggot model tengah, kuliahku memang lancar walau mata kuliah penentu masuk mayor ngulang. Tanda-tanda kesialan mulai terjadi seperti kehilangan sepupu, dan konflik keluarga. Awal tahun 2013 aku terus pelihara jenggot, dan aktif dalam kepanitiaan kampus. Kami sempat pindah rumah dan ngontrak di tempat sempit. Aku sempat dapat saran dari teman-teman untuk mencukur jenggot. Akhirnya aku mencukur jenggot dan mengalami momen indah saat eskursi di Bali dan masih bisa mengambil mata kuliah mayor, walau masih tinggal di kontrakan kecil. Aku sempat berfoto dengan dosen kukagumi saat jenggot dicukur. Sungguh hoki yang tak terduga. 

Aku lanjut memelihara jenggot, aku tinggal di kost-an dekat kampus pada akhir 2013. Disana aku merasa sial. Malas kuliah, nilai mayor jeblok, terjebak galau gak penting. Awal tahun 2014, aku tak lulus mata kuliah mayor dan harus cuti pula. Sepanjang 2014 aku mengalami gap year serta jenggot yang menggantung. Kami pindah ke kontrakan lebih baik di daerah Ciledug sejak akhir 2013, saat itu aku memilih ngekost aja dekat kampus. Hingga pertengahan 2014, aku kembali kerumah semula sejak dua tahun lalu. Awal 2015 aku mencukur bersih jenggot dan kumis serta rambut yang rapih. 

Sejak itu aku terus mencoba memelihara jenggot dan memanjangkan rambut. Kuliahku lancar untuk dua tahun kedepan, tetapi aku gampang emosi dan sering melihat muda-mudi berpasangan. Tahun 2016 sebagian teman-teman seangkatan lulus, namun aku mampu beradaptasi berteman dengan yunior yang gak kalah asyik. Di penghujung tahun 2017, aku KP (Kerja Praktek) dan untungnya teman seangkatanku kerja disana dan dosenku sebagai bosnya. Tahun 2018 adalah tahun pahit, aku tak lulus penulisan KP namun masih diberi kesempatan ikut TA (Tugas Akhir). Penulisan KP yang diulang memang lancar, namun penulisan TA tersendat. 

Hingga tepat ulang tahunku, ku cukur bersih jenggot dan rambut dipotong rapih. Salah satu dosen pembimbingku akhirnya melancarkan proses penulisan hingga ke bab favoritku “Proses Berkarya”. Secra tak terduga aku menyelesaikan TA dengan aneka keberuntungan, dengan komputer perpustakaan, bantuan teman, budget cukup, sampai Juli 2018, aku resmi lulus dari kampus. 

Desember 2018, aku mengikuti wisuda namun masih berjenggot dan berkumis walau rambut rapih. Sepanjang tahun 2019 aku memelihara jenggot. Di bulan Januari ijazah belum keluar hingga aku menerima dibulan Maret. Lagi-lagi aku mengalami gap year. Awal Oktober aku masih berjenggot dan nonton bioskop. Aku sangat ekspresif hingga orang-orang disampingku menjauh. Oktober pertengahan kucukur jenggot bersih dan mendapat momen indah menonton bioskop bersama keluarga. Lalu aku mulai berpikir soal mencari pekerjaan dan mulai berfikir logis. Selama jenggot kucukur rutin, aku terus mencari petunjuk soal lowongan pekerjaan serta banyak koneksi dari grup maupun teman dan dosen. Momen yang tak terduga, kakakku mendukung penuh aku mencari pekerjaan, ibuku bisnis katering kecil-kecilan. 

Awal November, aku menulis kisahku ini sebagai alasan aku menolak memelihara jenggot. Memang jenggot itu sunnah, bila tak dikerjakan ya tak apa-apa. Aku berhak mencukur bersih jenggot. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar