Angin membawa pesan bahwa Tuhan bukan dalang. Ini murni, karena setiap lakon adalah peran utama. Mereka berkata tanpa skenario, menari tanpa koreografi, berekspresi tanpa akting. Merekalah lakonnya dan merekalah dalangnya yang kala menjadi kisah baik atau buruk. Relasi berbaur dengan sendirinya. momen tak pernah putus. Latar berganti. Bisa horizontal maupun vertikal.
Kamis, 27 Oktober 2011
Special Quote
Mencari inspirasi ibarat memancing. Butuh umpan dan kesabaran untuk mendapatkannya.
Sabtu, 15 Oktober 2011
Kisah Dua Guci
Tak seperti biasanya, Pak Mul guru olahraga saya mengajar dilapangan. Bulan ini di Bulan Ramadhan tahun 1430H alias September tahun 2009. Pak Mul bercerita tentang kisah dua guci. Kisah yang menarik dan inspiratif
Begini ceritanya:
Di kebun yang indah membentang sepanjang perjalanan, ada seorang petani berjalan berkilo - kilo membawa dua buah guci untuk mengambil air.
Guci yang satu kokoh mengkilat, kuat, dan tak ada retakan. Dan satunya lagi lusuh dan retak. Selesai mengambil air, petani itu membawanya untuk menyirami kebun.
Guci yang kokoh menyumbang air yang sangat banyak. Sedang guci yang lapuk cuma beberapa tetes air saja. kejadian itu sering berkali - kali. Hingga si Guci Kokoh sinis dengan guci lapuk.
Pada malam hari, si guci kokoh berkata kepada si guci lapuk.
GK: Guci kokoh
GL: Guci lapuk
PT: Pak Tani
GK
Oi, guci lapuk! kenapa waktu tadi nyirem kebon cuma sedikit? Liat tuh majikan kita. Sudah berjalan jauh ambil air. Bikin repot saja.
GL
Abis bentukku ini lapuk sudah tua, pastinya air bececeran kemana - mana. Tidak seperti mu yang kokoh masih bisa bawa air banyak.
GK
Ya sudah, bilang sama bos kalau kamu tidak berguna lagi. Dasar tidak berguna!
GL
Ya deeh aku keluar..
Keesokan paginya, Si guci lapuk keluar dan mengajak Pak Tani berunding.
GL
Bos, hari ini Guci Lapuk mau keluar. Karena tidak berguna lagi berja sama bos.
PT
Kata siapa?
GL
Kata si Guci Kokoh
PT
Guci Lapuk.. kamu tidak boleh cengeng. Nanti kita liat siapa yang lebih berguna. Sekalian ajak si guci Kokoh
Selesai petani kembali mengambil air lalu menyiram seperti biasa, beliau memberi wejangan bagi kedua guci itu.
PT
Lihat siapa yang lebih berguna?
GK
HAHAHA Pastinya aku dong!
PT
Lalu bagai mana dengan kebun - kebun sepanjang perjalanan?
Kedua guci terheran - heran
PT
Naah.. Itu berkat jasa si Guci lapuk. Yang menyirami kebun - kebunku dari air - air yang tercecer dalam Guci Lapuk.
si guci kokoh terpana dengan kebun yang subur yang membentang sampai ujung jalan. merasa malu guci kokoh mengakui kehebatan guci lapuk.
GK
Maafkan aku ya guci lapuk. Ternyata kamu masih berguna bagi bos kita
GL
Iya sama - sama. Besok mari kita bekerjasama lagi membatu bos!
GK
Yook!
Dari pesan yang dipetik dari cerita diatas. aku menyimpulkan
"Dibalik kelemahan ada kelebihan"
Begini ceritanya:
Di kebun yang indah membentang sepanjang perjalanan, ada seorang petani berjalan berkilo - kilo membawa dua buah guci untuk mengambil air.
Guci yang satu kokoh mengkilat, kuat, dan tak ada retakan. Dan satunya lagi lusuh dan retak. Selesai mengambil air, petani itu membawanya untuk menyirami kebun.
Guci yang kokoh menyumbang air yang sangat banyak. Sedang guci yang lapuk cuma beberapa tetes air saja. kejadian itu sering berkali - kali. Hingga si Guci Kokoh sinis dengan guci lapuk.
Pada malam hari, si guci kokoh berkata kepada si guci lapuk.
GK: Guci kokoh
GL: Guci lapuk
PT: Pak Tani
GK
Oi, guci lapuk! kenapa waktu tadi nyirem kebon cuma sedikit? Liat tuh majikan kita. Sudah berjalan jauh ambil air. Bikin repot saja.
GL
Abis bentukku ini lapuk sudah tua, pastinya air bececeran kemana - mana. Tidak seperti mu yang kokoh masih bisa bawa air banyak.
GK
Ya sudah, bilang sama bos kalau kamu tidak berguna lagi. Dasar tidak berguna!
GL
Ya deeh aku keluar..
Keesokan paginya, Si guci lapuk keluar dan mengajak Pak Tani berunding.
GL
Bos, hari ini Guci Lapuk mau keluar. Karena tidak berguna lagi berja sama bos.
PT
Kata siapa?
GL
Kata si Guci Kokoh
PT
Guci Lapuk.. kamu tidak boleh cengeng. Nanti kita liat siapa yang lebih berguna. Sekalian ajak si guci Kokoh
Selesai petani kembali mengambil air lalu menyiram seperti biasa, beliau memberi wejangan bagi kedua guci itu.
PT
Lihat siapa yang lebih berguna?
GK
HAHAHA Pastinya aku dong!
PT
Lalu bagai mana dengan kebun - kebun sepanjang perjalanan?
Kedua guci terheran - heran
PT
Naah.. Itu berkat jasa si Guci lapuk. Yang menyirami kebun - kebunku dari air - air yang tercecer dalam Guci Lapuk.
si guci kokoh terpana dengan kebun yang subur yang membentang sampai ujung jalan. merasa malu guci kokoh mengakui kehebatan guci lapuk.
GK
Maafkan aku ya guci lapuk. Ternyata kamu masih berguna bagi bos kita
GL
Iya sama - sama. Besok mari kita bekerjasama lagi membatu bos!
GK
Yook!
Dari pesan yang dipetik dari cerita diatas. aku menyimpulkan
"Dibalik kelemahan ada kelebihan"
Jumat, 07 Oktober 2011
[sajak] killkiss
kill kill kill
kiss kiss kiss
kiss or kill
kill or kiss
kill kiss kill
kiss kill kiss
kill
kill
or
kiss
kiss
kiss kiss kiss
kiss or kill
kill or kiss
kill kiss kill
kiss kill kiss
kill
kill
or
kiss
kiss
Minggu, 02 Oktober 2011
[Khastan] "Monyet!!"
Tengah hari, siang yang kejam memanggang kota. Trasportasi meraung – raung, aroma mercon dan asap adalah khas kehidupan disana. Orang – orang berkepala panas, acuh tak acuh dan sibuk pada urusannya. Tak kecuali Si Jengky, pemulung dipinggir jalan. Ketika sedang asyik mengais – ngais, material plastik mendarat ke wajah Jengky. Sampah gelas plastik itu berasal dari motor yang barusan lewat. Sontak Jengky bersorak “MONYET!”, setelah itu Jengky kembali mengais.
Suara deru mesin pelan mendekati Jengky, perlahan mati. BUG! Timpa'an yang sangat keras memang jauh lebih keras dari lemparan plastik. Dikailkan baju lusuh satu – satunya dengan kencang hingga robek sebelah. Berkali – kali bogem mentah bak meriam, menimpa wajah tua nan lugu ini.
Nafas kencang tenaga 4 tak, Si Helm membentak Jengky tiada henti.
“ Heh! Lu kalo ngomong jangan sembarangan!!” Bentak Si Helm.
“ Yeee… bapak juga jangan buang sampah sembarangan dong… “balas Jengky
Bogem selanjutnya bersambut, namun tertahan ditengah jalan. Dengan mantra “yayaya bang… ampun bang…” Si Helm meninggalkan Jengky walau nafas 4 tak masih terpompa. Tak kalah lagi bom beruntun dalam jantung Jengky merambat hingga kepala. Keringat dingin dan sejuk berusaha menenangkan Jengky.
Jeda
Jengky kembali mengais
Sepuluh meter dari terminal bis seorang pria menyapa “Hai!”. Yap sosok tak asing lagi. Dialah Khastan. Si Juragan yang nyentrik, menghampiri Jengky. Tak ada kata lain dari Jengky selain “Hosh… hosh… hosh…”, hanya itu sambutan darinya. Walaupun berusaha dengan lambaian tinggi, nafas tetap saja terengah – engah. Dari nyengirnya pun beda, lebih mirip sapi ompong.
Bergegas Khastan mengajak Jengky duduk diterminal. Diberikannya sekotak jus apel darinya. “Sluurp!” nikmat. Tenggorokan Jengky yang tandus terbalut kesegaran, dan cita rasa buahnya semakin tajam membuat lidah menari – nari.
“Daritadi ngas – ngos – ngas – ngos ada apa lu Jeng?”
Jengky bermeditasi dalam waktu singkat
“Ini…. Tadi abis ditonjok ama Si Helm…..” jawabnya dengan suara yang masih berat. Bersabar menunggu jawaban Jengky, Khastan terus menggali kronologis Jengky.
Dari kesimpulan yang dipetik, Khastan berkata “Ooooohhh”
“Sebenernya kalo diem lu ga salah Jeng…”
“Ya… Khas keburu empet gua ama Si Helm”
“Jeng, jeng… mang nasiblu lagi apes hari ini. Ngatain monyet ke satu orang aja kena bogem… nih ntar gua katain monyet orang sekota… Dijamin ga ada yang marah…. Kkhh hehehehe”
“Lah emang bisa?”
“Bisa lah!”
“Gimana caranya Khas?”
“Ntar gue ajarin, besok lu liat tuh tanah kosong yang tidak terawat!”
Sejenak mereka bergurau, diiringi instrument kota. Kursi terminal ditinggal setelah beberapa menit kemudian. Kehangatannya adalah kehangatan keakraban mereka.
Malam itu menjadi sibuk. Dibantu tukang cat, dan pelukis amatir. Khastan menyiapkan spanduk sepanjang 6x2 meter. Ditulis demikian rupa. Usai melukis, spanduk itu diletakkan ditengah – tengah sampah dan peringatan – peringatan yang formil.
Sesuai janji, Jengky mengunjungi tanah tak terawat, yang penuh sampah – sampah. Ketika melihat spanduk sebesar 6x2 meter, Jengky menganga, mata terbelalak, dan terus focus pada sebuah spanduk buatan Khastan. Ya ide dari Khastan bertuliskan “Dilarang membuang sampah sembarangan, kecuali ->(foto monyet)”.
Jengky Cuma tersenyum lebar perlahan tertawa keras “Hahaha!” sebuah kemenangan tiba.
Suara deru mesin pelan mendekati Jengky, perlahan mati. BUG! Timpa'an yang sangat keras memang jauh lebih keras dari lemparan plastik. Dikailkan baju lusuh satu – satunya dengan kencang hingga robek sebelah. Berkali – kali bogem mentah bak meriam, menimpa wajah tua nan lugu ini.
Nafas kencang tenaga 4 tak, Si Helm membentak Jengky tiada henti.
“ Heh! Lu kalo ngomong jangan sembarangan!!” Bentak Si Helm.
“ Yeee… bapak juga jangan buang sampah sembarangan dong… “balas Jengky
Bogem selanjutnya bersambut, namun tertahan ditengah jalan. Dengan mantra “yayaya bang… ampun bang…” Si Helm meninggalkan Jengky walau nafas 4 tak masih terpompa. Tak kalah lagi bom beruntun dalam jantung Jengky merambat hingga kepala. Keringat dingin dan sejuk berusaha menenangkan Jengky.
Jeda
Jengky kembali mengais
Sepuluh meter dari terminal bis seorang pria menyapa “Hai!”. Yap sosok tak asing lagi. Dialah Khastan. Si Juragan yang nyentrik, menghampiri Jengky. Tak ada kata lain dari Jengky selain “Hosh… hosh… hosh…”, hanya itu sambutan darinya. Walaupun berusaha dengan lambaian tinggi, nafas tetap saja terengah – engah. Dari nyengirnya pun beda, lebih mirip sapi ompong.
Bergegas Khastan mengajak Jengky duduk diterminal. Diberikannya sekotak jus apel darinya. “Sluurp!” nikmat. Tenggorokan Jengky yang tandus terbalut kesegaran, dan cita rasa buahnya semakin tajam membuat lidah menari – nari.
“Daritadi ngas – ngos – ngas – ngos ada apa lu Jeng?”
Jengky bermeditasi dalam waktu singkat
“Ini…. Tadi abis ditonjok ama Si Helm…..” jawabnya dengan suara yang masih berat. Bersabar menunggu jawaban Jengky, Khastan terus menggali kronologis Jengky.
Dari kesimpulan yang dipetik, Khastan berkata “Ooooohhh”
“Sebenernya kalo diem lu ga salah Jeng…”
“Ya… Khas keburu empet gua ama Si Helm”
“Jeng, jeng… mang nasiblu lagi apes hari ini. Ngatain monyet ke satu orang aja kena bogem… nih ntar gua katain monyet orang sekota… Dijamin ga ada yang marah…. Kkhh hehehehe”
“Lah emang bisa?”
“Bisa lah!”
“Gimana caranya Khas?”
“Ntar gue ajarin, besok lu liat tuh tanah kosong yang tidak terawat!”
Sejenak mereka bergurau, diiringi instrument kota. Kursi terminal ditinggal setelah beberapa menit kemudian. Kehangatannya adalah kehangatan keakraban mereka.
Malam itu menjadi sibuk. Dibantu tukang cat, dan pelukis amatir. Khastan menyiapkan spanduk sepanjang 6x2 meter. Ditulis demikian rupa. Usai melukis, spanduk itu diletakkan ditengah – tengah sampah dan peringatan – peringatan yang formil.
Sesuai janji, Jengky mengunjungi tanah tak terawat, yang penuh sampah – sampah. Ketika melihat spanduk sebesar 6x2 meter, Jengky menganga, mata terbelalak, dan terus focus pada sebuah spanduk buatan Khastan. Ya ide dari Khastan bertuliskan “Dilarang membuang sampah sembarangan, kecuali ->(foto monyet)”.
Jengky Cuma tersenyum lebar perlahan tertawa keras “Hahaha!” sebuah kemenangan tiba.
Langganan:
Postingan (Atom)