Laman

Minggu, 02 Oktober 2011

[Khastan] "Monyet!!"

Tengah hari, siang yang kejam memanggang kota. Trasportasi meraung – raung, aroma mercon dan asap adalah khas kehidupan disana. Orang – orang berkepala panas, acuh tak acuh dan sibuk pada urusannya. Tak kecuali Si Jengky, pemulung dipinggir jalan. Ketika sedang asyik mengais – ngais, material plastik mendarat ke wajah Jengky. Sampah gelas plastik itu berasal dari motor yang barusan lewat. Sontak Jengky bersorak “MONYET!”, setelah itu Jengky kembali mengais.

Suara deru mesin pelan mendekati Jengky, perlahan mati. BUG! Timpa'an yang sangat keras memang jauh lebih keras dari lemparan plastik. Dikailkan baju lusuh satu – satunya dengan kencang hingga robek sebelah. Berkali – kali bogem mentah bak meriam, menimpa wajah tua nan lugu ini.

Nafas kencang tenaga 4 tak, Si Helm membentak Jengky tiada henti.

“ Heh! Lu kalo ngomong jangan sembarangan!!” Bentak Si Helm.
“ Yeee… bapak juga jangan buang sampah sembarangan dong… “balas Jengky

Bogem selanjutnya bersambut, namun tertahan ditengah jalan. Dengan mantra “yayaya bang… ampun bang…” Si Helm meninggalkan Jengky walau nafas 4 tak masih terpompa. Tak kalah lagi bom beruntun dalam jantung Jengky merambat hingga kepala. Keringat dingin dan sejuk berusaha menenangkan Jengky.

Jeda

Jengky kembali mengais

Sepuluh meter dari terminal bis seorang pria menyapa “Hai!”. Yap sosok tak asing lagi. Dialah Khastan. Si Juragan yang nyentrik, menghampiri Jengky. Tak ada kata lain dari Jengky selain “Hosh… hosh… hosh…”, hanya itu sambutan darinya. Walaupun berusaha dengan lambaian tinggi, nafas tetap saja terengah – engah. Dari nyengirnya pun beda, lebih mirip sapi ompong.

Bergegas Khastan mengajak Jengky duduk diterminal. Diberikannya sekotak jus apel darinya. “Sluurp!” nikmat. Tenggorokan Jengky yang tandus terbalut kesegaran, dan cita rasa buahnya semakin tajam membuat lidah menari – nari.

“Daritadi ngas – ngos – ngas – ngos ada apa lu Jeng?”

Jengky bermeditasi dalam waktu singkat

“Ini…. Tadi abis ditonjok ama Si Helm…..” jawabnya dengan suara yang masih berat. Bersabar menunggu jawaban Jengky, Khastan terus menggali kronologis Jengky.

Dari kesimpulan yang dipetik, Khastan berkata “Ooooohhh”

“Sebenernya kalo diem lu ga salah Jeng…”

“Ya… Khas keburu empet gua ama Si Helm”

“Jeng, jeng… mang nasiblu lagi apes hari ini. Ngatain monyet ke satu orang aja kena bogem… nih ntar gua katain monyet orang sekota… Dijamin ga ada yang marah…. Kkhh hehehehe”

“Lah emang bisa?”

“Bisa lah!”

“Gimana caranya Khas?”

“Ntar gue ajarin, besok lu liat tuh tanah kosong yang tidak terawat!”

Sejenak mereka bergurau, diiringi instrument kota. Kursi terminal ditinggal setelah beberapa menit kemudian. Kehangatannya adalah kehangatan keakraban mereka.

Malam itu menjadi sibuk. Dibantu tukang cat, dan pelukis amatir. Khastan menyiapkan spanduk sepanjang 6x2 meter. Ditulis demikian rupa. Usai melukis, spanduk itu diletakkan ditengah – tengah sampah dan peringatan – peringatan yang formil.

Sesuai janji, Jengky mengunjungi tanah tak terawat, yang penuh sampah – sampah. Ketika melihat spanduk sebesar 6x2 meter, Jengky menganga, mata terbelalak, dan terus focus pada sebuah spanduk buatan Khastan. Ya ide dari Khastan bertuliskan “Dilarang membuang sampah sembarangan, kecuali ->(foto monyet)”.

Jengky Cuma tersenyum lebar perlahan tertawa keras “Hahaha!” sebuah kemenangan tiba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar